Rabu, 15 Juli 2009

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DIRI MELALUI PELAYANAN KONSELING DI SMA NEGERI PURBALINGGA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah dengan diluncurkannya Peraturan Mendiknas No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Mendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk mengatur pelaksanaan peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula Peraturan Mendiknas No 24 tahun 2006
Dari ketiga peraturan tersebut memuat beberapa hal penting diantaranya bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen yaitu: (1)
Mata Pelajaran;(2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Sedangkan kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satunya dapat disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah, di bawah bimbingan pembina ekstra kurikuler terkait, baik pembina dari unsur sekolah maupun luar sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di sekolah, seperti: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan pengembangan diri
Kegiatan pengembangan diri akan melibatkan banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang, oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah
Pengembangan diri harus memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik dan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting untuk mengidentikasi kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data, untuk ditindak lanjuti dalam berbagai kegiatan.
Guru pembimbing perlu semakin menyadari bahwa peran serta / kegiatan yang dilakukan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan menengah yaitu; meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Akan tetapi dalam kenyataannya di lapangan, bahwa konselor masih belum paham dengan utuh tentang pengembangan diri dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, selain itu konselor masih belum bisa mengembangkan program pengembangan diri ini sesuai dengan KTSP. Banyak konselor yang masih menggunakan acuan kurikulum sebelumnya dalam melaksanakan program pengembangan diri.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan penelitian tentang pemahaman konselor tentang pengembangan diri dalam KTSP, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengembangkan dalam kegiatan penelitian dengan judul : ” Tingkat Pemahaman Konselor Tentang Pengembangan Diri Dalam KTSP Di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga ”

C. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas muncul permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : Sejauh mana tingkat pemahaman konselor tentang pengembangan diri dalam KTSP di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga?.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman konselor tentang pengembangan diri dalam KTSP di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga.


E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan tentang pentingnya dan juga diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan terutama dalam hal yang berkaitan dengan Bimbingan dan Konseling
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk membantu konselor dalam melaksanakan program pengembangan diri dalam KTSP




























BAB II
LANDASAN TEORI


1. Paradigma KTSP
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendiidakn tersebut adalah Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU/20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendiidkan dengan mengacu pada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasioanal Pendidikan (BNSP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Standar isi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) terdiri dari tiga komponen yaitu (1) Mata Pelajaran; (2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan Diri. Komponen Pengembangan Diri merupakan komponen yang relatif baru dan berlaku untuk dikembangkan pada semua jenjang pendidikan. Sebagai sesuatu yang dianggap baru, kehadirannya menarik untuk didiskusikan dan diperdebatkan

2. Pengertian Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Kehadirannya menarik untuk didiskusikan baik secara konseptual maupun dalam prakteknya. Jika menelaah literatur tentang teori-teori pendidikan, khususnya psikologi pendidikan, istilah pengembangan diri disini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah diri (self) tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian (personality).
Dengan memperhatikan dasar teoritik tersebut di atas, kita bisa melihat arah dan hasil yang diharapkan dari kegiatan Pengembangan Diri di sekolah yaitu terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para peserta didik yang realistis, sehingga peserta didik dapat memiliki kepribadian yang sehat dan utuh.
3. Tujuan Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kompetensi, kebutuhan bakat, minat, dan karakteristik siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri dibagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan eksatra kurikuler dan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Adapun secara sistematis dapat dielaskan sebagai berikut :
1. Tujuan Umum

Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.





2. Tujuan Khusus

Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan:
 Bakat
 Minat
 Kreativitas
 Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
 Kemampuan kehidupan keagamaan
 Kemampuan sosial
 Kemampuan belajar
 Wawasan dan perencanaan karir
 Kemampuan pemecahan masalah
 Kemandirian
4. Ruang Lingkup Pengembangan Diri
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.

Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:

1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan:
a. kehidupan pribadi
b. kemampuan sosial
c. kemampuan belajar
d. wawasan dan perencanaan karir
2. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan:

a. kepramukaan
b. latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja
c. seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan



Secara konseptual, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 kita mendapati rumusan tentang pengembangan diri, sebagai berikut :
“Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Berdasarkan rumusan di atas dapat diketahui bahwa Pengembangan Diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Dengan sendirinya, pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran. Seperti pada umumnya, kegiatan belajar mengajar untuk setiap mata pelajaran dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pada kegiatan tatap muka di kelas, sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum (pembelajaran reguler), di bawah tanggung jawab guru yang berkelayakan dan memiliki kompetensi di bidangnya. Walaupun untuk hal ini dimungkinkan dan bahkan sangat disarankan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di luar kelas guna memperdalam materi dan kompetensi yang sedang dikaji dari setiap mata pelajaran.
Sedangkan kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satunya dapat disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah, di bawah bimbingan pembina ekstra kurikuler terkait, baik pembina dari unsur sekolah maupun luar sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di sekolah, seperti: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan untuk pengembangan diri.
Di bawah bimbingan guru maupun orang lain yang memiliki kompetensi di bidangnya, kegiatan pengembangan diri dapat pula dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam efektif yang bersifat temporer, seperti mengadakan diskusi kelompok, permainan kelompok, bimbingan kelompok, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui kegiatan yang bersifat kelompok, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan pula melalui kegiatan mandiri, misalnya seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi nara sumber atau mengunjungi suatu tempat tertentu untuk kepentingan pembelajaran dan pengembangan diri siswa itu sendiri.
Selain kegiatan di luar kelas, dalam hal-hal tertentu kegiatan pengembangan diri bisa saja dilakukan secara klasikal dalam jam efektif, namun seyogyanya hal ini tidak dijadikan andalan, karena bagaimana pun dalam pendekatan klasikal kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya relatif terbatasi. Hal ini tentu saja akan menjadi kurang relevan dengan tujuan dari pengembangan diri itu sendiri sebagaimana tersurat dalam rumusan tentang pengembangan diri di atas.
Dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terjadi pengurangan jumlah jam efektif setiap minggunya, namun dengan adanya pengembangan diri maka sebetulnya aktivitas pembelajaran diri siswa tidaklah berkurang, siswa justru akan lebih disibukkan lagi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang memang lebih bersifat ekspresif, tanpa “terkerangkeng” di dalam ruangan kelas.

Kegiatan pengembangan diri harus memperhatikan prinsip keragaman individu. Secara psikologis, setiap siswa memiliki kebutuhan, bakat dan minat serta karakateristik lainnya yang beragam. Oleh karena itu, bentuk kegiatan pengembangan diri pun seyogyanya dapat menyediakan beragam pilihan.
Hal yang fundamental dalam dalam kegiatan Pengembangan Diri bahwa pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya) maupun non tes (skala sikap, inventori, observasi, studi dokumenter, wawancara dan sebagainya).
Dalam hal ini, peranan bimbingan dan konseling menjadi amat penting, melalui kegiatan aplikasi instrumentasi data dan himpunan data, bimbingan dan konseling seyogyanya dapat menyediakan data yang memadai tentang kebutuhan, bakat, minat serta karakteristik peserta didik lainnya. Data tersebut menjadi bahan dasar untuk penyelenggaraan Pengembangan Diri di sekolah, baik melalui kegiatan yang bersifat temporer, kegiatan ekstra kurikuler, maupun melalui layanan BK
Pengembangan Diri di sekolah merupakan salah satu komponen penting dari struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diarahkan guna terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para peserta didik yang realistis, sehingga pada gilirannya dapat mengantarkan peserta didik untuk memiliki kepribadian yang utuh
Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan secara klasikal pada jam efektif, namun seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), baik melalui kegiatan yang dilembagakan maupun secara temporer, bersifat individual/kelompok.
Pengembangan diri harus memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik dan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting untuk mengidentikasi kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data, untuk ditindaklanjuti dalam berbagai kegiatan pengembangan diri.
Kegiatan pengembangan diri akan melibatkan banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang, oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah.


5. Bentuk-Bentuk Pelaksanaan

1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:

a. layanan dan kegiatan pendukung konseling
b. kegiatan ekstra kurikuler.

2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut.

a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).
c. Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.































BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


Metodologi penelitian adalah merupakan suatu usaha yang harus dilakukan dalam penelitian untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Hal yang perlu diperhatikan adalah metode yang digunakan harus disesuaikan dengan obyek penelitian dan tujuan yang akan dicapai, sehingga penelitian dapat mengarah, berjalan dengan baik dan sistematis.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini akan dibahas menegnai metode dan hal-hal yang menentukan penelitian sebagi berikut :
1. POPULASI PENELITIAN
2. SAMPEL PENELITIAN
3. METODE PENGUMPULAN DATA
4. ANALISIS DATA
a. VALIDITAS
B. RELIABILITAS
1. POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konselor SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga . Adapun data SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga adalah sebagai berikut :
TABEL I
NO NAMA SMA JUMLAH KONSELOR
1 SMA Negeri 1 Purbalingga 5
2 SMA Negeri 2 Purbalingga 6
3 SMA Negeri 1 Padamara Kab. Purbalingga 4
4 SMA Negeri 1 Kemangkon Kab. Purbalingga 5
5 SMA Negeri 1 Bukateja Kab. Purbalingga 5
6 SMA Negeri 1 Rembang Kab. Purbalingga 5
7 SMA Negeri 1 Kutasari Kab. Purbalingga 3
8 SMA Negeri 1 Bobotsari Kab. Purbalingga 2
9 SMA Negeri 1 Karangreja Kab. Purbalingga 3
10 SMA Negeri 1 Kejobong Kab. Purbalingga 5
11 SMA Negeri 1 Kaligondang Kab. Purbalingga 6
12 SMA Negeri 1 Bojongsari Kab. Purbalingga 4
JUMLAH TOTAL 53

2. SAMPEL
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simpel random sampling, yaitu pengambian sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Peneliti mengambil SMA-SMA Negeri yang ada di Kabupaten Purbalingga,dan diambil konselor sekolah. Dari jumlah konselor s3 orang yang dijadikan sampel adalah 30 orang dengan hasil sebagai berikut :
TABEL 2
NO NAMA SMA JUMLAH KONSELOR
1 SMA Negeri 1 Purbalingga 5
2 SMA Negeri 2 Purbalingga 6
3 SMA Negeri 1 Padamara Kab. Purbalingga 4
4 SMA Negeri 1 Kemangkon Kab. Purbalingga 5
5 SMA Negeri 1 Bukateja Kab. Purbalingga 5
6 SMA Negeri 1 Rembang Kab. Purbalingga 5
JUMLAH 30

3. Metode Pengumpulan Data
Metode Angket
Angket (Kuesioner) adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang laporan pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.
I. Analisis Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah Distribusi Frekuensi yaitu menganalisa data dengan melihat distribusi jawaban responden dalam jawaban kuesioner (angket) yang telah disebarkan pada saat penelitian, dengan rumus deskriptif persentase sebagai berikut:

Dimana:
N : Persentase
r : Skor jawaban responden
i : Skor jawaban ideal
II.Validitas Instrumen
Untuk menguji validitas butir instrumen penelitian ini digunakan teknik korelasi product moment yaitu
r =


Keterangan :
N : Jumlah Responden
X : Jumlah Nilai atau Skor Butir Soal
Y : Jumlah Nilai atau Skor Total
r : Koefisien Product Moment
Tabel Skor Presentase
Skor Presentase Kriteria
85 % - 100%
69 % - 84 %
53 % - 68 %
37 % - 52 %
21 % - 36 % Sangat Paham
Paham
Sedang
Kurang
Sangat Kurang Paham

III. Reliabilitas Instrumen
Reliablitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dapat dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil yang diperoleh relatif konsisten,maka alat pengukur tersebut reliabel.
Rumus yang digunakan untuk mencari reliabel adalah rumus alpha, yaitu
r :
Keterangan
r : Reliabilitas Instrumen
K : Banyaknya Butir pernyataan atu banyaknya soal
: Jumlah Varians butir
: Varians Total






























BAB IV 0,7562
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dilaporkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penelitian yang berupa hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian . Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen angket tentang pemahaman konselor tentang pengembangan diri di SMA Negeri Se- Kabupaten Purbalingga. Sedangkan pembahasan dimaksudkan untuk memaparkan permasalahan pemahaman konselor tentang pengembangan diri di SMA Negeri Se-kabupaten Purbalingga .

A. Hasil Penelitian
Hasil Validitas Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 32 item yang dibuat berdasarkan teoritis yang ada. Kisi – kisi selengkapnya ada pada lampiran.Angket kemudian disebar kepada konselor di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan r tabel Product Moment dengan N = 30 dan taraf signifikan 5% soal dinyatakan valid apabil r hitung > 0,361. Dari 32 item yang ada terdapat 4 butir yang tidak valid, yaitu pernyatan nomor 9, 13, 15, 22. Butir pernyataan tersebut tidak diikutkan pada penghitungan selanjutnya.
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Setelah uji validitas, dilanjutkan dengan uji reliabilitas dengan koefisien alpha. Hasil nilai koefisien alphanya adalah 0, 7562. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen ini mempunayi tingkat reliabilitas yang tinggi, karena r hitung 0,7652> r tabel 0,361 pada taraf signifikan 5%.
B. HASIL ANALISIS DATA
Untuk dapat mengumpulkan data tentang pemahaman konselor tentang pengembangan diri, peneliti segera melaksanakan penelitian dengan berpedoman pada metode pengumpulan data dengan angket kepada 30 responden yaitu konselor-konsleor sekolah di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga. Setelah semua data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus persentase. Adapun hasil analisis data penelitian disajikan dalam tabel berikut ini :



Tabel 3
Data Tingkat Pemahaman Konselor tentang Pengembangan Diri di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga

Pemahaman Konselor Jumlah Perolehan Skor Skor Ideal Persentase Kriteria
Mengidentifikasi Kebutuhan Siswa
Bidang Pelayanan Konseling :
A. PRIBADI
B. SOSIAL
C. BELAJAR
D. KARIER 304


95
85
94
85 360


120
120
120
120 84 %


79 %
70 %
78 %
79 % Paham


Paham
Paham
Paham
Paham
Jenis Layanan Konseling
A. Layanan Oreientasi
B. Layanan Informasi
C. Layanan Penempatan dan Penyaluran
D. Layanan Penguasaan Konten
E. Layanan Konseling Perorangan
F. Layanan Bimbingan Kelompok
G. Layanan Konseling Kelompok
H. Layanan Konsultasi
I. Layanan Mediasi
103
180
95

85

104

227

154

55
72

120
240
120

120

240

240

240

120
120

85 %
75 %
79%

70%

44 %

94 %

64 %

45 %
60%
Sangat Paham
Paham
Paham

Paham

Kurang Paham

Sangat Paham

Sedang

Kurang Paham
Sedang




KEGIATAN PENDUKUNG
A. Aplikasi Instrumentasi
B. Himpunan Data
C. Konferensi Kasus
D. Kunjungan Rumah
E. Tampilan Kepustakaan
F. Alih Tangan Kasus


76
95
91
92
97
103


120
120
120
120
120
120


63%
79 %
75 %
76 %
80 %
85 %


Sedang
Paham
Paham
Paham
Paham
Sangat Paham

Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diperoleh gambaran tentang Tingkat Pemahaman Konselor tentang Pengembangan Diri di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga secara keseluruhan memperoleh skor 2982. Sedangkan skor ideal secara keseluruhan sebesar 3248, sehingga dapat dihitung persentasenya adalah

Persentase = Skor diperoleh x 100 %
Skor Ideal
= 2982 x 100 %
3248
= 91 %
Pembahasan sebesar 91 % ini jika dikonsultasikan dengan tabel termasuk kategori Sangat Paham. Berpedoman pada porsentase di atas yaitu 91 % kita bisa melihat bahwa tingkat pemahamn kosnelor tentang pengembangan diri di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga sangat paham. Hal ini ditunjukkan dari sudah pahamnya konselor dari tahap awal yaitu identifikasi kebutuhan siswa, konselor sudah sangat paham bagiaman cara pengidentifikasian kebutuhan siswa. Lalu pada taham layanan konsleing, konselor sudah paham, dan hanya pada layanan konseling perorangan dan layann konsultasi sajalah konselor merasa kurang paham, Hal ini dikarenakan fasilitas ruang konseling yang tidak ada, dan banyak konselor yang masih memanggil siswanya untuk melakukan konseling perseorangan, sedangkan dalam hal layanan konsultasi, konselor masih belum paham membedakan antara layanan konsultasi dan layanan konseling perseorangan. Sedangkan pada tahap kegiatan pendukungnya,konselor sudah paham bagiamana melakukan kegiatan pendukung tersebut, mulai dari aplikasi instrumentasi sampai ke alih tangan kasus.

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Setelah memperoleh hasil penelitan maka penulis mencoba untuk membahas lebih mendalam tentang hasil tersebut, sehingga dapat dipahami dengan jelas dan dapat dilihat apakah hasil tersebut telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil jawaban responden, diperoleh hasil bahwa dalam hal pengidentifikasian kebutuhan siswa, masuk pada persentase 84 %, dan hal ini termasuk pada kategori sangat paham. Konselor sudah paham tentang identifikasi kebutuhan siswa, antara lain dengan melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data. Sedangkan pada jenis layanan dapat kiat lihat pada layanan orientasi, konselor sudah sangat paham, hal ini dapat dilihat dari jumlah persentasenya yang mencapai 85% dan tergolong sangat paham.Konselor sudah mampu membantu peserta didik untuk memahami lingkungan baru terutama sekolah dan objek-objek yang dipelajarinya,selain itu Konselor membantu peserta didik untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
Dalam hal layanan informasi dapat kita lihat bahwa tingkat pemahaman konselor sudah termasuk kategori paham, yaitu berada pada 75 %, konselor sudah paham tentang hal ini, yaitu dengan Konselor memberikan layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan. Dalam memberikan layanan Penempatan dan penyaluran






































DAFTAR PUSTAKA

Arikunto , Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Azwar, Saefudin. 2004. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid I. Yogyakarta : Andi Offset

Nazir, Moh. 2000. Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia

Prayitno dan Erman Amti.2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta


Prayitno. 2007.Telaah Kompetensi dan Sertifikasi Konselor Sekolah / Madrasah. Naskah disajikan dakam Seminar Nasional. Semarang : PD ABKIN JATENG


Slameto. 2000. Prespektif Bimbingan dan Konseling dan Penerapannya dalam Berbagai Institusi.Semarang : Satya Wacana.

Wingkel, W.S dan M.M Sri Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi

Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. 2007. Jakarta : Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar