Rabu, 15 Juli 2009

Hasil Survey Konseling Individual di Kab. batang


PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL
DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN BATANG

Rifqi Nur Hanafi /UNNES

ABSTRAK
Konseling individual salah satu upaya untuk membantu mengatasi konflik, hambatan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan. Dalam proses konseling dibutuhkan seorang tenaga ahli yang disebut konselor, namun dalam kenyataannya, masih dapat kita jumpai banyak konselor yang belum paham tentang pelaksanaan konseling individual.Penelitian tentang Pelaksanan Layanan Konseling Individual di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan layanan konseling individual di SMP Negeri se-kabupaten Batang, selain itu tujuan dan harapan bahwa konselor di sekolah harus paham dan mengaplikasikan proses konseling individual yang sebenarnya Metode yang digunakan metode deskriptif dengan analisa persentase. Populasinya adalah guru pembimbing atau konselor dan siswa SMP yang pernah mengikuti konseling individual Cara pengambilan sampel adalah random sampling, dari pengambilan sampel tersebut diambil 100 siswa SMP dan konselor sekolah berjumlah 20 orang. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pelaksanaan layanan konseling individual. Metode Pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan menggunakan angket tertutup. Cara menganalisa data adalah dengan menggunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan, dari sudut pandang konselor bahwa dari tahap awal memperoleh 82 % (baik) , inti 83 % (baik), akhir 87 % (sangat baik) dan teknik 83 % (baik) serta kode etik dan kondisi 74 % (baik). Sedangkan dari sudut pandang konseli, untuk tahap awal memperoleh 70 % (baik), inti 75% (baik), akhir 75 % (baik) dan teknik 73 % (baik) serta kode etik dan kondisi 79% (baik).

Kata Kunci : Layanan Konseling Individual, Tahap-tahap konseling,SMP Negeri Se-Kabupaten Batang



PENDAHULUAN
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (konseli) yang bertujuan untuk dapat merubah perilaku konseli serta terbebas dari masalah yang sedang dihadapinya (Prayitno dan Amti,1999:106).
Menurut Prayitno dan Amti (1999 : 197), fungsi bimbingan dan konseling dapat dikelompokan menjadi empat fungsi pokok, yaitu fungsi pemahaman, fungsi pencegahan , fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling individual ialah fungsi pengentasan. Fungsi pengentasan merupakan upaya yang dilakukan oleh konselor untuk mengatasi permasalahan konseli melalui layanan konseling.
Konseling perorangan merupakan layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang konselor terhadap seorang konseli dalam rangka pengentasan masalah pribadi konseli dalam interakaksi langsung atau tatap muka (Prayitno,2004:1).
Pelayanan konseling individual di Sekolah maupun Madrasah adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat, masalah pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir.difasilitasi/dilaksanakan oleh konselor. (Winkel ).
Konseling individual merupakan salah satu dari bentuk sekian banyak “guidance service” (layanan bimbingan). Layanan ini bahkan disebut-sebut sebagai layanan yang paling utama dari semua bentuk layanan bimbingan yang ada. Untuk memperoleh gambaran yang luas, di bawah ini akan dibahas tentang pengertian, ruang lingkup kajian masalah, fungsi, tujuan,teknik-teknik konseling, serta tahap-tahap konseling individual.
Konseling adalah serangkaian kegiatan paling pokok bimbingan dalam membantu konseli secara tatap muka, dengan tujuan agar konseli dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan ayau masalah (Winkel , 2004:72).
Konseling individual merupakan hubungan professional yang berupa proses pemberian bantuan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (konseli) dalam suasana langsung (tatap muka) yang bermuara pada teratasinya permasalahan konseli.
Tujuan layanan Konseling Individual adalah Menurut Prayitno (2004:4), tujuan layanan konseling individual yaitu Tujuan umum layanan konseling individual adalah pengentasan masalah konseli, dengan demikian fungsi pengentasan sangat dominant dalam layanan ini.
Tujuan khusus layanan konseling individual dapat dirinci sebagai berikut: melalui layanan konseling individual konseli dapat memahami seluk beluk masalah yang dialami secara mendalam dan komperhensif, serta positif, dan dinamis (fungsi pemahaman), pemahaman itu mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan sikap serta kegiatan demi terentaskannya secara spesifik masalah yang dialami konseli itu (fungsi pengentasan).
Dalam Pelaksanan Layanan Konseling Individual ada beberapa tahap, yaitu tahap awal meliputi dimulai sejak konseli menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan konseli menemukan masalah konseli. Tahap berikutnya yaitu tahap inti atau kerja, yakni Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah konseli lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar konseli mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
Tahap yang ketiga yaitu tahap akhir. Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; menurunnya kecemasan konseli; perubahan perilaku konseli ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; pemahaman baru dari konseli tentang masalah yang dihadapinya; dan adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
Akan tetapi, dalam kenyataanya di lingkungan pendidikan kita di Indonesia, proses layanan konseling individual belum berjalan dengan semestinya. Banyak guru bimbingan dan konseling yang belum paham bagaiamana cara pelaksanan layanan koseling individual yang benar.
Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran guru BK dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label konseling.

TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan konseling individual di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang.

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batang, waktu dan lama penelitian dimulai pada minggu terakhir bulan Mei akhir tanggal 23 Mei 2008 sampai dengan bulan Juli akhir tanggal 30 Juli 2008.
Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan cara survey, yaitu survey tentang pelaksanaan layanan konseling individual yang dilakukan oleh konselor atau guru pembimbing di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang. Dalam survey ini, peneliti mencoba mengetahui bagaimana layanan konseling individual, dilihat dari tahap-tahapnya, teknik dan kode etik yang dimiliki konselor, serta dilihat dari sudut pandang konseli.
Dalam penelitian tentang Survey Pelaksanaan Pelayanan Konseling Individual di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang, adalah dengan angket. Respondennya adalah para guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri yang berada dalam wilayah Kabupaten Batang berjumlah 20 dan siswa di SMP Negeri yang berada dalam wilayah Kabupaten Batang berjumlah 100.
Angket sebagai alat pengumpul data digunakan untuk mengetahui pelaksanaan layanan konseling individual siswa SMP dan manfaat pelakasanaan layanan konseling individual bagi peserta didik, disusun dengan menjabarkan variabel penelitian yaitu pelaksanaan konseling individual peserta didik SMP dan manfaatnya ke dalam sub variabel dan indikator yag kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan. Sebelum dibuat angket, maka dibuat dulu kisi-kisinya tang terdiri dari tahap awal konseling individual , tahap inti konseling dan tahap akhir konseling, serta teknik, kondisi dan etika konselor
Populasi dalam penelitian ini adalah guru bimbingan dan konseling serta siswa SMP yang tersebar di wilayah Kabupaten Batang, disamping itu dilihat dari intensitas guru bimbingan dan konseling dalam melakukan layanan konseling, serta siswa dan guru pembimbing dalam melakukan proses konseling.
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan teknik deskriptif dengan presentase. Tujuan menggunakan deskriptif adalah mendeskriptif gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki Nazir
Data yang kualitatif digambarkan dengan kalimat sangat baik, baik, sedang, kurang, sangat kurang, sedangkan data yang bersifat kuantitatif yang bersifat kuantitatif yang berwujud angka-angka.Hasil perhitungan diperoleh dengan cara dijumlahkan , dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan kemudian dimasukan dalam bentuk persentase.
Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel random, sampel acak, atau sampel campur sesuai dengan pendapat Arikunto (1998 : 120) bahwa jika peneliti mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek di dalam populasi dianggap sama untuk dijadikan sampel. Sample yang diambil adalah dari keberadaan SMP Negeri Se-Kabupaten batang , maka penulis mengambil 10 SMP Negeri, 20 konselor dan 100 Konseli, dengan rincian :

NO NAMA SMP JUMLAH KONSELOR JUMLAH KONSELI
1 SMP Negeri 2 Batang 2 10
2 SMP Negeri 3 Batang 2 10
3 SMP Negeri 4 Batang 2 10
4 SMP Negeri 5 Batang 2 10
5 SMP Negeri 6 Batang 2 10
6 SMP Negeri 7 batang 2 10
7 SMP Negeri 8 batang 2 10
8 SMP Negeri 9 batang 2 10
9 SMP Negeri 2 Warungasem 2 10
10 SMP Negeri 3 Wonotunggal 2 10
JUMLAH 10 20 100




HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan layanan konseling individual di SMP Negeri Se-kabupaten Batang adalah angket, yang terdiri dari angket untuk konseli dan konselor.
Angket untuk konselor kemudian diuji cobakan kepada 20 konselor. Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas instrumen. Berdasarkan r tabel Product Moment dengan N = 20 dan taraf signifikan 5 % soal dinyatakan valid apabila r hitung > 0,444. Dari 30 items yang ada terdapat 5 butir yang tidak valid yaitu 1, 5, 6,11,14,18 Butir tersebut tidak digunakan dalam alasan penelitian.
Sedangkan untuk uji validitas angket untuk konseli, angket kemudian diuji cobakan kepada 100 konseli. Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas instrumen. Berdasarkan r tabel Product Moment dengan N = 100 dan taraf signifikan 5 % soal dinyatakan valid apabila r hitung > 0,195.
Setelah diuji validitas, dilanjutkan dengan uji reliabilitas angket konseli dengan nilai koefisien alpha. Hasil nilai koefisien alphanya adalah 0,770. hal ini menunjukan bahwa instrumen ini mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi, karena r hitung 0,770 > r tabel 0,444 pada taraf signifikansi 5%.
Sedangkan uji reliabilitas angket untuk konselor, uji reliabilitas angket konselor dengan nilai koefisien alpha. Hasil nilai koefisien alphanya adalah 0,869 hal ini menunjukan bahwa instrumen ini mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi, karena r hitung 0,869 > r tabel 0,444 pada taraf signifikansi 5%.



PEMBAHASAN
Aspek tahap awal konseling, konselor sudah bisa melakukannya dengan baik antara lain aspek kesepakatan waktu, konselor sudah melakukan kesepakatan waktu dengan konseli sebelum proses konseling, hal ini sangat dibutuhkan agar proses kosneling dapat berjalan dengan nyaman, baik dari pihak konseli maupun konselor, sedangkan untuk aspek pemberian motivasi, konselor sudah mampu memberikan motivasi kepada konseli, dimana dalam proses konseling, pemberian motivasi perlu ditekankan, dalam aspek menentukan masalah, konselor mampu menentukan masalah yang dialami oleh konseli, penentuan masalah yang tepat sangat dibutuhkan, karena akan mempengaruhi dalam proses konseling selanjutnya.
Aspek tahap inti konseling, perencanaan alternatif pemecahan masalah konseli, masalah-masalah konseli baik afeksi, kognisi maupun tingkah laku diperhatikan oleh konselor. Setelah itu keduanya, konselor dan konseli, merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang sedang dihadapi. Masalah dirumuskan dalam terminologi yang jelas. Jika rumusan masalahnya tidak disepakati perlu kembali ke tahap pertama.
Konselor sudah bisa memberikan beberapa alternatif pemecahan bagi konseli, akan tetapi konselor tidak dianjurkan untuk tergesa-gesa memberikan nasehat hal ini disebabkan konseli nantinya akan tergantung dengan keadaan konselor dan merasa dirinya tidak yakin untuk menyelesaikan sendiri masalahnya, dalam tahap akhir konseling, konselor bersama konseli mengidentikasi alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah yang telah disepakati. Alternatrif yang diidentifikasi adalah yang sangat mungkin dilakukan, yaitu yang tepat dan realistik. Konselor dapat membantu konseli menyusun daftar alternatif-alternatif yang ada. Dalam hal ini konselor tidak menentukan alternatif yang harus dilakukan konseli. Jika konseli telah menetapkan pilihan dari sejumlah altrenatif, selanjutnya menyusun kerangka tindakan.
Rencana tindakan ini menyangkut apa saja yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan mulai dilakukan dan sebagainya. Rencana yang baik jika realistis, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat dipahami oleh konseli. Dengan kata lain, rencana yang dibuat bersifat tentatif sekaligus pragmatif..
Sedangkan untuk pengambilan keputusan, seluruh pengambilan keputusan diserahkan semua kepada konseli, dalam hal ini konselor sudah memperhatikan rencana-rencana yang dilakukan oleh konseli. Tindakan berarti operasionalisasi rencana yang disusun. Konselor sudah dapat mendorong konseli untuk berkemauan melaksanakan rencana-rencana itu. Usaha konseli untuk melaksanakan rencana sangat penting bagi keberhasilan konseling, karena tanpa ada tindakan nyata proses konseling tidak ada artinya.
Sedangkan untuk tahap akhir konseling, yang terdiri dari sikap optimis konselor ,konselor sudah dapat menunjukkan sikap optimisnya kepada konseli, sehingga konseli merasa mantap dengan keputusannya dan mempercayai konselor, dalam aspek menanyakan perasaan konseli setelah mengikuti proses konseling, konselor sudah mampu melakukannya, setiap akhir dari proses konseling, konselor tidak lupa menanyakan proses konseling, yaitu menanyakan UCA (Understanding, Comfort, Action ). Untuk Understanding, konselor menanyakan tentang pemahaman kepada konseli, sedangkan dalam hal Comfort, konselor sudah menanyakan perasaan tentang kenyamanan konseli setelah mengikuti proses konseling, sedangkan Action, konselor mencoba menanyakan apakah konseli akan segera melakukan tindakan yang telah direncanakan. sehingga konselor tahu hasil dari proses konselingnya.
Untuk teknik-teknik konseling, dalam hal attending, konselor dapat membuat konseli nyaman dengan cara menerima konseli apa adanya dan konseli dapat diterima dengan baik, Pada tahap ini yang terpenting adalah konselor menciptakan hubungan baik dengan konseli, membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman konseli pada perilaku yang lebih mendalam, kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan
Sesuatu yang harus dimiliki oleh konselor adalah empati, dimana konselor mampu merasakan apa yang dialami oleh konseli, Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan konseli, merasa dan berfikir bersama konseli dan bukan untuk atau tentang konseli. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati, dari beberapa teknik yang telah disebutkan di atas, konselor sudah paham tentang teknik-tenknik yang ada dalam proses layanan konseling individual, akan tetapi dalam tahap menyimpulkan, konselor masih mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan konseli kurang bisa terbuka kepada konselor.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan pelaksnaaan layanan konseling individual di SMP Negeri se-kabupaten Batang telah berjalan baik. Dari sudut pandang konselor maupun konseli pelaksanaan konseling individual dari tahap awal, inti, akhir teknik dan kode etik sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya.Walaupun ada satu teknik yang belum berjalan seperti yang diharapkan, yakni teknik menyimpulkan.
Dalam melakukan layanan konseling individual, konselor menemui berbagai hambatan, antara lain konseli masih takut untuk berterus terang kepada konseli. Hambatan yang berikutnya yaitu kurangnya waktu, proses konseling berbenturan dengan jam pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar, sehingga proses konseling kadang-kadang tergesa-gesa.
Selain itu tempatnya juga kurang memadai, yang dimaksud kurang memadai adalah standar ruang konseling yang masih kurang, misalnya ada ruangan yang terbuka.Namun Secara keseluruhan pelaksanaan layanan konseling individual di SMP Negeri se-kabupaten Batang sudah berjalan dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA
Arikunto , Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Azwar, Saefudin. 2004. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid I. Yogyakarta : Andi Offset
Latipun.2006. Psikologi Konseling. Malang : Penerbitan UPT UMM
Nazir, Moh. 2000. Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia
Pintrich, Paul. R dan Dale H Schunk. 1996. Motivasion In Education (Theory, research and Applications). Columbus Ohio : Merill an Impprint of Prentice Hall.

Pratiwi. 2008. Problemantika Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Available at www.blogspot/me-and-my-word/problemantika-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah.com. {asessced 2008/10/27}
Prayitno dan Erman Amti.2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta
Prayitno. 2007.Telaah Kompetensidan Sertifikasi Konselor Sekolah / Madrasah. Naskah disajikan dakam Seminar Nasional. Semarang : PD ABKIN JATENG
Singarimbun, Masri & Sofyan Efendi.1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Slameto. 2000. Prespektif Bimbingan dan Konseling dan Penerapannya dalam Berbagai Institusi.Semarang : Satya Wacana
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek.Bandung : Alfabeta
Winkel, W.S dan M.M Sri Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar