Rabu, 15 Juli 2009

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DIRI MELALUI PELAYANAN KONSELING DI SMA NEGERI PURBALINGGA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah dengan diluncurkannya Peraturan Mendiknas No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Mendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk mengatur pelaksanaan peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula Peraturan Mendiknas No 24 tahun 2006
Dari ketiga peraturan tersebut memuat beberapa hal penting diantaranya bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen yaitu: (1)
Mata Pelajaran;(2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Sedangkan kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satunya dapat disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah, di bawah bimbingan pembina ekstra kurikuler terkait, baik pembina dari unsur sekolah maupun luar sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di sekolah, seperti: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan pengembangan diri
Kegiatan pengembangan diri akan melibatkan banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang, oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah
Pengembangan diri harus memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik dan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting untuk mengidentikasi kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data, untuk ditindak lanjuti dalam berbagai kegiatan.
Guru pembimbing perlu semakin menyadari bahwa peran serta / kegiatan yang dilakukan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan menengah yaitu; meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Akan tetapi dalam kenyataannya di lapangan, bahwa konselor masih belum paham dengan utuh tentang pengembangan diri dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, selain itu konselor masih belum bisa mengembangkan program pengembangan diri ini sesuai dengan KTSP. Banyak konselor yang masih menggunakan acuan kurikulum sebelumnya dalam melaksanakan program pengembangan diri.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan penelitian tentang pemahaman konselor tentang pengembangan diri dalam KTSP, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengembangkan dalam kegiatan penelitian dengan judul : ” Tingkat Pemahaman Konselor Tentang Pengembangan Diri Dalam KTSP Di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga ”

C. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas muncul permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : Sejauh mana tingkat pemahaman konselor tentang pengembangan diri dalam KTSP di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga?.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman konselor tentang pengembangan diri dalam KTSP di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga.


E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan tentang pentingnya dan juga diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan terutama dalam hal yang berkaitan dengan Bimbingan dan Konseling
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk membantu konselor dalam melaksanakan program pengembangan diri dalam KTSP




























BAB II
LANDASAN TEORI


1. Paradigma KTSP
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendiidakn tersebut adalah Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU/20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendiidkan dengan mengacu pada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasioanal Pendidikan (BNSP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Standar isi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) terdiri dari tiga komponen yaitu (1) Mata Pelajaran; (2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan Diri. Komponen Pengembangan Diri merupakan komponen yang relatif baru dan berlaku untuk dikembangkan pada semua jenjang pendidikan. Sebagai sesuatu yang dianggap baru, kehadirannya menarik untuk didiskusikan dan diperdebatkan

2. Pengertian Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Kehadirannya menarik untuk didiskusikan baik secara konseptual maupun dalam prakteknya. Jika menelaah literatur tentang teori-teori pendidikan, khususnya psikologi pendidikan, istilah pengembangan diri disini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah diri (self) tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian (personality).
Dengan memperhatikan dasar teoritik tersebut di atas, kita bisa melihat arah dan hasil yang diharapkan dari kegiatan Pengembangan Diri di sekolah yaitu terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para peserta didik yang realistis, sehingga peserta didik dapat memiliki kepribadian yang sehat dan utuh.
3. Tujuan Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kompetensi, kebutuhan bakat, minat, dan karakteristik siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri dibagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan eksatra kurikuler dan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Adapun secara sistematis dapat dielaskan sebagai berikut :
1. Tujuan Umum

Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.





2. Tujuan Khusus

Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan:
 Bakat
 Minat
 Kreativitas
 Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
 Kemampuan kehidupan keagamaan
 Kemampuan sosial
 Kemampuan belajar
 Wawasan dan perencanaan karir
 Kemampuan pemecahan masalah
 Kemandirian
4. Ruang Lingkup Pengembangan Diri
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.

Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:

1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan:
a. kehidupan pribadi
b. kemampuan sosial
c. kemampuan belajar
d. wawasan dan perencanaan karir
2. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan:

a. kepramukaan
b. latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja
c. seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan



Secara konseptual, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 kita mendapati rumusan tentang pengembangan diri, sebagai berikut :
“Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Berdasarkan rumusan di atas dapat diketahui bahwa Pengembangan Diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Dengan sendirinya, pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran. Seperti pada umumnya, kegiatan belajar mengajar untuk setiap mata pelajaran dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pada kegiatan tatap muka di kelas, sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum (pembelajaran reguler), di bawah tanggung jawab guru yang berkelayakan dan memiliki kompetensi di bidangnya. Walaupun untuk hal ini dimungkinkan dan bahkan sangat disarankan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di luar kelas guna memperdalam materi dan kompetensi yang sedang dikaji dari setiap mata pelajaran.
Sedangkan kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satunya dapat disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah, di bawah bimbingan pembina ekstra kurikuler terkait, baik pembina dari unsur sekolah maupun luar sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di sekolah, seperti: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan untuk pengembangan diri.
Di bawah bimbingan guru maupun orang lain yang memiliki kompetensi di bidangnya, kegiatan pengembangan diri dapat pula dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam efektif yang bersifat temporer, seperti mengadakan diskusi kelompok, permainan kelompok, bimbingan kelompok, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui kegiatan yang bersifat kelompok, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan pula melalui kegiatan mandiri, misalnya seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi nara sumber atau mengunjungi suatu tempat tertentu untuk kepentingan pembelajaran dan pengembangan diri siswa itu sendiri.
Selain kegiatan di luar kelas, dalam hal-hal tertentu kegiatan pengembangan diri bisa saja dilakukan secara klasikal dalam jam efektif, namun seyogyanya hal ini tidak dijadikan andalan, karena bagaimana pun dalam pendekatan klasikal kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya relatif terbatasi. Hal ini tentu saja akan menjadi kurang relevan dengan tujuan dari pengembangan diri itu sendiri sebagaimana tersurat dalam rumusan tentang pengembangan diri di atas.
Dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terjadi pengurangan jumlah jam efektif setiap minggunya, namun dengan adanya pengembangan diri maka sebetulnya aktivitas pembelajaran diri siswa tidaklah berkurang, siswa justru akan lebih disibukkan lagi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang memang lebih bersifat ekspresif, tanpa “terkerangkeng” di dalam ruangan kelas.

Kegiatan pengembangan diri harus memperhatikan prinsip keragaman individu. Secara psikologis, setiap siswa memiliki kebutuhan, bakat dan minat serta karakateristik lainnya yang beragam. Oleh karena itu, bentuk kegiatan pengembangan diri pun seyogyanya dapat menyediakan beragam pilihan.
Hal yang fundamental dalam dalam kegiatan Pengembangan Diri bahwa pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya) maupun non tes (skala sikap, inventori, observasi, studi dokumenter, wawancara dan sebagainya).
Dalam hal ini, peranan bimbingan dan konseling menjadi amat penting, melalui kegiatan aplikasi instrumentasi data dan himpunan data, bimbingan dan konseling seyogyanya dapat menyediakan data yang memadai tentang kebutuhan, bakat, minat serta karakteristik peserta didik lainnya. Data tersebut menjadi bahan dasar untuk penyelenggaraan Pengembangan Diri di sekolah, baik melalui kegiatan yang bersifat temporer, kegiatan ekstra kurikuler, maupun melalui layanan BK
Pengembangan Diri di sekolah merupakan salah satu komponen penting dari struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diarahkan guna terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para peserta didik yang realistis, sehingga pada gilirannya dapat mengantarkan peserta didik untuk memiliki kepribadian yang utuh
Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan secara klasikal pada jam efektif, namun seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), baik melalui kegiatan yang dilembagakan maupun secara temporer, bersifat individual/kelompok.
Pengembangan diri harus memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik dan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting untuk mengidentikasi kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data, untuk ditindaklanjuti dalam berbagai kegiatan pengembangan diri.
Kegiatan pengembangan diri akan melibatkan banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang, oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah.


5. Bentuk-Bentuk Pelaksanaan

1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:

a. layanan dan kegiatan pendukung konseling
b. kegiatan ekstra kurikuler.

2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut.

a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).
c. Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.































BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


Metodologi penelitian adalah merupakan suatu usaha yang harus dilakukan dalam penelitian untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Hal yang perlu diperhatikan adalah metode yang digunakan harus disesuaikan dengan obyek penelitian dan tujuan yang akan dicapai, sehingga penelitian dapat mengarah, berjalan dengan baik dan sistematis.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini akan dibahas menegnai metode dan hal-hal yang menentukan penelitian sebagi berikut :
1. POPULASI PENELITIAN
2. SAMPEL PENELITIAN
3. METODE PENGUMPULAN DATA
4. ANALISIS DATA
a. VALIDITAS
B. RELIABILITAS
1. POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konselor SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga . Adapun data SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga adalah sebagai berikut :
TABEL I
NO NAMA SMA JUMLAH KONSELOR
1 SMA Negeri 1 Purbalingga 5
2 SMA Negeri 2 Purbalingga 6
3 SMA Negeri 1 Padamara Kab. Purbalingga 4
4 SMA Negeri 1 Kemangkon Kab. Purbalingga 5
5 SMA Negeri 1 Bukateja Kab. Purbalingga 5
6 SMA Negeri 1 Rembang Kab. Purbalingga 5
7 SMA Negeri 1 Kutasari Kab. Purbalingga 3
8 SMA Negeri 1 Bobotsari Kab. Purbalingga 2
9 SMA Negeri 1 Karangreja Kab. Purbalingga 3
10 SMA Negeri 1 Kejobong Kab. Purbalingga 5
11 SMA Negeri 1 Kaligondang Kab. Purbalingga 6
12 SMA Negeri 1 Bojongsari Kab. Purbalingga 4
JUMLAH TOTAL 53

2. SAMPEL
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simpel random sampling, yaitu pengambian sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Peneliti mengambil SMA-SMA Negeri yang ada di Kabupaten Purbalingga,dan diambil konselor sekolah. Dari jumlah konselor s3 orang yang dijadikan sampel adalah 30 orang dengan hasil sebagai berikut :
TABEL 2
NO NAMA SMA JUMLAH KONSELOR
1 SMA Negeri 1 Purbalingga 5
2 SMA Negeri 2 Purbalingga 6
3 SMA Negeri 1 Padamara Kab. Purbalingga 4
4 SMA Negeri 1 Kemangkon Kab. Purbalingga 5
5 SMA Negeri 1 Bukateja Kab. Purbalingga 5
6 SMA Negeri 1 Rembang Kab. Purbalingga 5
JUMLAH 30

3. Metode Pengumpulan Data
Metode Angket
Angket (Kuesioner) adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang laporan pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.
I. Analisis Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah Distribusi Frekuensi yaitu menganalisa data dengan melihat distribusi jawaban responden dalam jawaban kuesioner (angket) yang telah disebarkan pada saat penelitian, dengan rumus deskriptif persentase sebagai berikut:

Dimana:
N : Persentase
r : Skor jawaban responden
i : Skor jawaban ideal
II.Validitas Instrumen
Untuk menguji validitas butir instrumen penelitian ini digunakan teknik korelasi product moment yaitu
r =


Keterangan :
N : Jumlah Responden
X : Jumlah Nilai atau Skor Butir Soal
Y : Jumlah Nilai atau Skor Total
r : Koefisien Product Moment
Tabel Skor Presentase
Skor Presentase Kriteria
85 % - 100%
69 % - 84 %
53 % - 68 %
37 % - 52 %
21 % - 36 % Sangat Paham
Paham
Sedang
Kurang
Sangat Kurang Paham

III. Reliabilitas Instrumen
Reliablitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dapat dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil yang diperoleh relatif konsisten,maka alat pengukur tersebut reliabel.
Rumus yang digunakan untuk mencari reliabel adalah rumus alpha, yaitu
r :
Keterangan
r : Reliabilitas Instrumen
K : Banyaknya Butir pernyataan atu banyaknya soal
: Jumlah Varians butir
: Varians Total






























BAB IV 0,7562
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dilaporkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penelitian yang berupa hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian . Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen angket tentang pemahaman konselor tentang pengembangan diri di SMA Negeri Se- Kabupaten Purbalingga. Sedangkan pembahasan dimaksudkan untuk memaparkan permasalahan pemahaman konselor tentang pengembangan diri di SMA Negeri Se-kabupaten Purbalingga .

A. Hasil Penelitian
Hasil Validitas Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 32 item yang dibuat berdasarkan teoritis yang ada. Kisi – kisi selengkapnya ada pada lampiran.Angket kemudian disebar kepada konselor di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan r tabel Product Moment dengan N = 30 dan taraf signifikan 5% soal dinyatakan valid apabil r hitung > 0,361. Dari 32 item yang ada terdapat 4 butir yang tidak valid, yaitu pernyatan nomor 9, 13, 15, 22. Butir pernyataan tersebut tidak diikutkan pada penghitungan selanjutnya.
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Setelah uji validitas, dilanjutkan dengan uji reliabilitas dengan koefisien alpha. Hasil nilai koefisien alphanya adalah 0, 7562. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen ini mempunayi tingkat reliabilitas yang tinggi, karena r hitung 0,7652> r tabel 0,361 pada taraf signifikan 5%.
B. HASIL ANALISIS DATA
Untuk dapat mengumpulkan data tentang pemahaman konselor tentang pengembangan diri, peneliti segera melaksanakan penelitian dengan berpedoman pada metode pengumpulan data dengan angket kepada 30 responden yaitu konselor-konsleor sekolah di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga. Setelah semua data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus persentase. Adapun hasil analisis data penelitian disajikan dalam tabel berikut ini :



Tabel 3
Data Tingkat Pemahaman Konselor tentang Pengembangan Diri di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga

Pemahaman Konselor Jumlah Perolehan Skor Skor Ideal Persentase Kriteria
Mengidentifikasi Kebutuhan Siswa
Bidang Pelayanan Konseling :
A. PRIBADI
B. SOSIAL
C. BELAJAR
D. KARIER 304


95
85
94
85 360


120
120
120
120 84 %


79 %
70 %
78 %
79 % Paham


Paham
Paham
Paham
Paham
Jenis Layanan Konseling
A. Layanan Oreientasi
B. Layanan Informasi
C. Layanan Penempatan dan Penyaluran
D. Layanan Penguasaan Konten
E. Layanan Konseling Perorangan
F. Layanan Bimbingan Kelompok
G. Layanan Konseling Kelompok
H. Layanan Konsultasi
I. Layanan Mediasi
103
180
95

85

104

227

154

55
72

120
240
120

120

240

240

240

120
120

85 %
75 %
79%

70%

44 %

94 %

64 %

45 %
60%
Sangat Paham
Paham
Paham

Paham

Kurang Paham

Sangat Paham

Sedang

Kurang Paham
Sedang




KEGIATAN PENDUKUNG
A. Aplikasi Instrumentasi
B. Himpunan Data
C. Konferensi Kasus
D. Kunjungan Rumah
E. Tampilan Kepustakaan
F. Alih Tangan Kasus


76
95
91
92
97
103


120
120
120
120
120
120


63%
79 %
75 %
76 %
80 %
85 %


Sedang
Paham
Paham
Paham
Paham
Sangat Paham

Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diperoleh gambaran tentang Tingkat Pemahaman Konselor tentang Pengembangan Diri di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga secara keseluruhan memperoleh skor 2982. Sedangkan skor ideal secara keseluruhan sebesar 3248, sehingga dapat dihitung persentasenya adalah

Persentase = Skor diperoleh x 100 %
Skor Ideal
= 2982 x 100 %
3248
= 91 %
Pembahasan sebesar 91 % ini jika dikonsultasikan dengan tabel termasuk kategori Sangat Paham. Berpedoman pada porsentase di atas yaitu 91 % kita bisa melihat bahwa tingkat pemahamn kosnelor tentang pengembangan diri di SMA Negeri Se Kabupaten Purbalingga sangat paham. Hal ini ditunjukkan dari sudah pahamnya konselor dari tahap awal yaitu identifikasi kebutuhan siswa, konselor sudah sangat paham bagiaman cara pengidentifikasian kebutuhan siswa. Lalu pada taham layanan konsleing, konselor sudah paham, dan hanya pada layanan konseling perorangan dan layann konsultasi sajalah konselor merasa kurang paham, Hal ini dikarenakan fasilitas ruang konseling yang tidak ada, dan banyak konselor yang masih memanggil siswanya untuk melakukan konseling perseorangan, sedangkan dalam hal layanan konsultasi, konselor masih belum paham membedakan antara layanan konsultasi dan layanan konseling perseorangan. Sedangkan pada tahap kegiatan pendukungnya,konselor sudah paham bagiamana melakukan kegiatan pendukung tersebut, mulai dari aplikasi instrumentasi sampai ke alih tangan kasus.

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Setelah memperoleh hasil penelitan maka penulis mencoba untuk membahas lebih mendalam tentang hasil tersebut, sehingga dapat dipahami dengan jelas dan dapat dilihat apakah hasil tersebut telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil jawaban responden, diperoleh hasil bahwa dalam hal pengidentifikasian kebutuhan siswa, masuk pada persentase 84 %, dan hal ini termasuk pada kategori sangat paham. Konselor sudah paham tentang identifikasi kebutuhan siswa, antara lain dengan melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data. Sedangkan pada jenis layanan dapat kiat lihat pada layanan orientasi, konselor sudah sangat paham, hal ini dapat dilihat dari jumlah persentasenya yang mencapai 85% dan tergolong sangat paham.Konselor sudah mampu membantu peserta didik untuk memahami lingkungan baru terutama sekolah dan objek-objek yang dipelajarinya,selain itu Konselor membantu peserta didik untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
Dalam hal layanan informasi dapat kita lihat bahwa tingkat pemahaman konselor sudah termasuk kategori paham, yaitu berada pada 75 %, konselor sudah paham tentang hal ini, yaitu dengan Konselor memberikan layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan. Dalam memberikan layanan Penempatan dan penyaluran






































DAFTAR PUSTAKA

Arikunto , Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Azwar, Saefudin. 2004. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid I. Yogyakarta : Andi Offset

Nazir, Moh. 2000. Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia

Prayitno dan Erman Amti.2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta


Prayitno. 2007.Telaah Kompetensi dan Sertifikasi Konselor Sekolah / Madrasah. Naskah disajikan dakam Seminar Nasional. Semarang : PD ABKIN JATENG


Slameto. 2000. Prespektif Bimbingan dan Konseling dan Penerapannya dalam Berbagai Institusi.Semarang : Satya Wacana.

Wingkel, W.S dan M.M Sri Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi

Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. 2007. Jakarta : Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Hasil Survey Konseling Individual di Kab. batang


PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL
DI SMP NEGERI SE-KABUPATEN BATANG

Rifqi Nur Hanafi /UNNES

ABSTRAK
Konseling individual salah satu upaya untuk membantu mengatasi konflik, hambatan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan. Dalam proses konseling dibutuhkan seorang tenaga ahli yang disebut konselor, namun dalam kenyataannya, masih dapat kita jumpai banyak konselor yang belum paham tentang pelaksanaan konseling individual.Penelitian tentang Pelaksanan Layanan Konseling Individual di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan layanan konseling individual di SMP Negeri se-kabupaten Batang, selain itu tujuan dan harapan bahwa konselor di sekolah harus paham dan mengaplikasikan proses konseling individual yang sebenarnya Metode yang digunakan metode deskriptif dengan analisa persentase. Populasinya adalah guru pembimbing atau konselor dan siswa SMP yang pernah mengikuti konseling individual Cara pengambilan sampel adalah random sampling, dari pengambilan sampel tersebut diambil 100 siswa SMP dan konselor sekolah berjumlah 20 orang. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pelaksanaan layanan konseling individual. Metode Pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan menggunakan angket tertutup. Cara menganalisa data adalah dengan menggunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan, dari sudut pandang konselor bahwa dari tahap awal memperoleh 82 % (baik) , inti 83 % (baik), akhir 87 % (sangat baik) dan teknik 83 % (baik) serta kode etik dan kondisi 74 % (baik). Sedangkan dari sudut pandang konseli, untuk tahap awal memperoleh 70 % (baik), inti 75% (baik), akhir 75 % (baik) dan teknik 73 % (baik) serta kode etik dan kondisi 79% (baik).

Kata Kunci : Layanan Konseling Individual, Tahap-tahap konseling,SMP Negeri Se-Kabupaten Batang



PENDAHULUAN
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (konseli) yang bertujuan untuk dapat merubah perilaku konseli serta terbebas dari masalah yang sedang dihadapinya (Prayitno dan Amti,1999:106).
Menurut Prayitno dan Amti (1999 : 197), fungsi bimbingan dan konseling dapat dikelompokan menjadi empat fungsi pokok, yaitu fungsi pemahaman, fungsi pencegahan , fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling individual ialah fungsi pengentasan. Fungsi pengentasan merupakan upaya yang dilakukan oleh konselor untuk mengatasi permasalahan konseli melalui layanan konseling.
Konseling perorangan merupakan layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang konselor terhadap seorang konseli dalam rangka pengentasan masalah pribadi konseli dalam interakaksi langsung atau tatap muka (Prayitno,2004:1).
Pelayanan konseling individual di Sekolah maupun Madrasah adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat, masalah pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir.difasilitasi/dilaksanakan oleh konselor. (Winkel ).
Konseling individual merupakan salah satu dari bentuk sekian banyak “guidance service” (layanan bimbingan). Layanan ini bahkan disebut-sebut sebagai layanan yang paling utama dari semua bentuk layanan bimbingan yang ada. Untuk memperoleh gambaran yang luas, di bawah ini akan dibahas tentang pengertian, ruang lingkup kajian masalah, fungsi, tujuan,teknik-teknik konseling, serta tahap-tahap konseling individual.
Konseling adalah serangkaian kegiatan paling pokok bimbingan dalam membantu konseli secara tatap muka, dengan tujuan agar konseli dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan ayau masalah (Winkel , 2004:72).
Konseling individual merupakan hubungan professional yang berupa proses pemberian bantuan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (konseli) dalam suasana langsung (tatap muka) yang bermuara pada teratasinya permasalahan konseli.
Tujuan layanan Konseling Individual adalah Menurut Prayitno (2004:4), tujuan layanan konseling individual yaitu Tujuan umum layanan konseling individual adalah pengentasan masalah konseli, dengan demikian fungsi pengentasan sangat dominant dalam layanan ini.
Tujuan khusus layanan konseling individual dapat dirinci sebagai berikut: melalui layanan konseling individual konseli dapat memahami seluk beluk masalah yang dialami secara mendalam dan komperhensif, serta positif, dan dinamis (fungsi pemahaman), pemahaman itu mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan sikap serta kegiatan demi terentaskannya secara spesifik masalah yang dialami konseli itu (fungsi pengentasan).
Dalam Pelaksanan Layanan Konseling Individual ada beberapa tahap, yaitu tahap awal meliputi dimulai sejak konseli menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan konseli menemukan masalah konseli. Tahap berikutnya yaitu tahap inti atau kerja, yakni Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah konseli lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar konseli mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
Tahap yang ketiga yaitu tahap akhir. Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; menurunnya kecemasan konseli; perubahan perilaku konseli ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; pemahaman baru dari konseli tentang masalah yang dihadapinya; dan adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
Akan tetapi, dalam kenyataanya di lingkungan pendidikan kita di Indonesia, proses layanan konseling individual belum berjalan dengan semestinya. Banyak guru bimbingan dan konseling yang belum paham bagaiamana cara pelaksanan layanan koseling individual yang benar.
Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran guru BK dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label konseling.

TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan konseling individual di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang.

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batang, waktu dan lama penelitian dimulai pada minggu terakhir bulan Mei akhir tanggal 23 Mei 2008 sampai dengan bulan Juli akhir tanggal 30 Juli 2008.
Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan cara survey, yaitu survey tentang pelaksanaan layanan konseling individual yang dilakukan oleh konselor atau guru pembimbing di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang. Dalam survey ini, peneliti mencoba mengetahui bagaimana layanan konseling individual, dilihat dari tahap-tahapnya, teknik dan kode etik yang dimiliki konselor, serta dilihat dari sudut pandang konseli.
Dalam penelitian tentang Survey Pelaksanaan Pelayanan Konseling Individual di SMP Negeri Se-Kabupaten Batang, adalah dengan angket. Respondennya adalah para guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri yang berada dalam wilayah Kabupaten Batang berjumlah 20 dan siswa di SMP Negeri yang berada dalam wilayah Kabupaten Batang berjumlah 100.
Angket sebagai alat pengumpul data digunakan untuk mengetahui pelaksanaan layanan konseling individual siswa SMP dan manfaat pelakasanaan layanan konseling individual bagi peserta didik, disusun dengan menjabarkan variabel penelitian yaitu pelaksanaan konseling individual peserta didik SMP dan manfaatnya ke dalam sub variabel dan indikator yag kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan. Sebelum dibuat angket, maka dibuat dulu kisi-kisinya tang terdiri dari tahap awal konseling individual , tahap inti konseling dan tahap akhir konseling, serta teknik, kondisi dan etika konselor
Populasi dalam penelitian ini adalah guru bimbingan dan konseling serta siswa SMP yang tersebar di wilayah Kabupaten Batang, disamping itu dilihat dari intensitas guru bimbingan dan konseling dalam melakukan layanan konseling, serta siswa dan guru pembimbing dalam melakukan proses konseling.
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan teknik deskriptif dengan presentase. Tujuan menggunakan deskriptif adalah mendeskriptif gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki Nazir
Data yang kualitatif digambarkan dengan kalimat sangat baik, baik, sedang, kurang, sangat kurang, sedangkan data yang bersifat kuantitatif yang bersifat kuantitatif yang berwujud angka-angka.Hasil perhitungan diperoleh dengan cara dijumlahkan , dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan kemudian dimasukan dalam bentuk persentase.
Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel random, sampel acak, atau sampel campur sesuai dengan pendapat Arikunto (1998 : 120) bahwa jika peneliti mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek di dalam populasi dianggap sama untuk dijadikan sampel. Sample yang diambil adalah dari keberadaan SMP Negeri Se-Kabupaten batang , maka penulis mengambil 10 SMP Negeri, 20 konselor dan 100 Konseli, dengan rincian :

NO NAMA SMP JUMLAH KONSELOR JUMLAH KONSELI
1 SMP Negeri 2 Batang 2 10
2 SMP Negeri 3 Batang 2 10
3 SMP Negeri 4 Batang 2 10
4 SMP Negeri 5 Batang 2 10
5 SMP Negeri 6 Batang 2 10
6 SMP Negeri 7 batang 2 10
7 SMP Negeri 8 batang 2 10
8 SMP Negeri 9 batang 2 10
9 SMP Negeri 2 Warungasem 2 10
10 SMP Negeri 3 Wonotunggal 2 10
JUMLAH 10 20 100




HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan layanan konseling individual di SMP Negeri Se-kabupaten Batang adalah angket, yang terdiri dari angket untuk konseli dan konselor.
Angket untuk konselor kemudian diuji cobakan kepada 20 konselor. Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas instrumen. Berdasarkan r tabel Product Moment dengan N = 20 dan taraf signifikan 5 % soal dinyatakan valid apabila r hitung > 0,444. Dari 30 items yang ada terdapat 5 butir yang tidak valid yaitu 1, 5, 6,11,14,18 Butir tersebut tidak digunakan dalam alasan penelitian.
Sedangkan untuk uji validitas angket untuk konseli, angket kemudian diuji cobakan kepada 100 konseli. Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas instrumen. Berdasarkan r tabel Product Moment dengan N = 100 dan taraf signifikan 5 % soal dinyatakan valid apabila r hitung > 0,195.
Setelah diuji validitas, dilanjutkan dengan uji reliabilitas angket konseli dengan nilai koefisien alpha. Hasil nilai koefisien alphanya adalah 0,770. hal ini menunjukan bahwa instrumen ini mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi, karena r hitung 0,770 > r tabel 0,444 pada taraf signifikansi 5%.
Sedangkan uji reliabilitas angket untuk konselor, uji reliabilitas angket konselor dengan nilai koefisien alpha. Hasil nilai koefisien alphanya adalah 0,869 hal ini menunjukan bahwa instrumen ini mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi, karena r hitung 0,869 > r tabel 0,444 pada taraf signifikansi 5%.



PEMBAHASAN
Aspek tahap awal konseling, konselor sudah bisa melakukannya dengan baik antara lain aspek kesepakatan waktu, konselor sudah melakukan kesepakatan waktu dengan konseli sebelum proses konseling, hal ini sangat dibutuhkan agar proses kosneling dapat berjalan dengan nyaman, baik dari pihak konseli maupun konselor, sedangkan untuk aspek pemberian motivasi, konselor sudah mampu memberikan motivasi kepada konseli, dimana dalam proses konseling, pemberian motivasi perlu ditekankan, dalam aspek menentukan masalah, konselor mampu menentukan masalah yang dialami oleh konseli, penentuan masalah yang tepat sangat dibutuhkan, karena akan mempengaruhi dalam proses konseling selanjutnya.
Aspek tahap inti konseling, perencanaan alternatif pemecahan masalah konseli, masalah-masalah konseli baik afeksi, kognisi maupun tingkah laku diperhatikan oleh konselor. Setelah itu keduanya, konselor dan konseli, merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang sedang dihadapi. Masalah dirumuskan dalam terminologi yang jelas. Jika rumusan masalahnya tidak disepakati perlu kembali ke tahap pertama.
Konselor sudah bisa memberikan beberapa alternatif pemecahan bagi konseli, akan tetapi konselor tidak dianjurkan untuk tergesa-gesa memberikan nasehat hal ini disebabkan konseli nantinya akan tergantung dengan keadaan konselor dan merasa dirinya tidak yakin untuk menyelesaikan sendiri masalahnya, dalam tahap akhir konseling, konselor bersama konseli mengidentikasi alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah yang telah disepakati. Alternatrif yang diidentifikasi adalah yang sangat mungkin dilakukan, yaitu yang tepat dan realistik. Konselor dapat membantu konseli menyusun daftar alternatif-alternatif yang ada. Dalam hal ini konselor tidak menentukan alternatif yang harus dilakukan konseli. Jika konseli telah menetapkan pilihan dari sejumlah altrenatif, selanjutnya menyusun kerangka tindakan.
Rencana tindakan ini menyangkut apa saja yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan mulai dilakukan dan sebagainya. Rencana yang baik jika realistis, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat dipahami oleh konseli. Dengan kata lain, rencana yang dibuat bersifat tentatif sekaligus pragmatif..
Sedangkan untuk pengambilan keputusan, seluruh pengambilan keputusan diserahkan semua kepada konseli, dalam hal ini konselor sudah memperhatikan rencana-rencana yang dilakukan oleh konseli. Tindakan berarti operasionalisasi rencana yang disusun. Konselor sudah dapat mendorong konseli untuk berkemauan melaksanakan rencana-rencana itu. Usaha konseli untuk melaksanakan rencana sangat penting bagi keberhasilan konseling, karena tanpa ada tindakan nyata proses konseling tidak ada artinya.
Sedangkan untuk tahap akhir konseling, yang terdiri dari sikap optimis konselor ,konselor sudah dapat menunjukkan sikap optimisnya kepada konseli, sehingga konseli merasa mantap dengan keputusannya dan mempercayai konselor, dalam aspek menanyakan perasaan konseli setelah mengikuti proses konseling, konselor sudah mampu melakukannya, setiap akhir dari proses konseling, konselor tidak lupa menanyakan proses konseling, yaitu menanyakan UCA (Understanding, Comfort, Action ). Untuk Understanding, konselor menanyakan tentang pemahaman kepada konseli, sedangkan dalam hal Comfort, konselor sudah menanyakan perasaan tentang kenyamanan konseli setelah mengikuti proses konseling, sedangkan Action, konselor mencoba menanyakan apakah konseli akan segera melakukan tindakan yang telah direncanakan. sehingga konselor tahu hasil dari proses konselingnya.
Untuk teknik-teknik konseling, dalam hal attending, konselor dapat membuat konseli nyaman dengan cara menerima konseli apa adanya dan konseli dapat diterima dengan baik, Pada tahap ini yang terpenting adalah konselor menciptakan hubungan baik dengan konseli, membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman konseli pada perilaku yang lebih mendalam, kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan
Sesuatu yang harus dimiliki oleh konselor adalah empati, dimana konselor mampu merasakan apa yang dialami oleh konseli, Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan konseli, merasa dan berfikir bersama konseli dan bukan untuk atau tentang konseli. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati, dari beberapa teknik yang telah disebutkan di atas, konselor sudah paham tentang teknik-tenknik yang ada dalam proses layanan konseling individual, akan tetapi dalam tahap menyimpulkan, konselor masih mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan konseli kurang bisa terbuka kepada konselor.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan pelaksnaaan layanan konseling individual di SMP Negeri se-kabupaten Batang telah berjalan baik. Dari sudut pandang konselor maupun konseli pelaksanaan konseling individual dari tahap awal, inti, akhir teknik dan kode etik sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya.Walaupun ada satu teknik yang belum berjalan seperti yang diharapkan, yakni teknik menyimpulkan.
Dalam melakukan layanan konseling individual, konselor menemui berbagai hambatan, antara lain konseli masih takut untuk berterus terang kepada konseli. Hambatan yang berikutnya yaitu kurangnya waktu, proses konseling berbenturan dengan jam pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar, sehingga proses konseling kadang-kadang tergesa-gesa.
Selain itu tempatnya juga kurang memadai, yang dimaksud kurang memadai adalah standar ruang konseling yang masih kurang, misalnya ada ruangan yang terbuka.Namun Secara keseluruhan pelaksanaan layanan konseling individual di SMP Negeri se-kabupaten Batang sudah berjalan dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA
Arikunto , Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Azwar, Saefudin. 2004. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid I. Yogyakarta : Andi Offset
Latipun.2006. Psikologi Konseling. Malang : Penerbitan UPT UMM
Nazir, Moh. 2000. Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia
Pintrich, Paul. R dan Dale H Schunk. 1996. Motivasion In Education (Theory, research and Applications). Columbus Ohio : Merill an Impprint of Prentice Hall.

Pratiwi. 2008. Problemantika Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Available at www.blogspot/me-and-my-word/problemantika-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah.com. {asessced 2008/10/27}
Prayitno dan Erman Amti.2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta
Prayitno. 2007.Telaah Kompetensidan Sertifikasi Konselor Sekolah / Madrasah. Naskah disajikan dakam Seminar Nasional. Semarang : PD ABKIN JATENG
Singarimbun, Masri & Sofyan Efendi.1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Slameto. 2000. Prespektif Bimbingan dan Konseling dan Penerapannya dalam Berbagai Institusi.Semarang : Satya Wacana
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek.Bandung : Alfabeta
Winkel, W.S dan M.M Sri Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi

KONSELING REALITAS, by : Mr. Nawan

. KONSELING REALITAS
Hakekat Manusia
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dasar dan dalam kehidupannya mereka berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan bertahan hidup (survival), mencintai dan dicintai (love and belonging), kekuasaan atau prestasi (power or achievement), kebebasan atau kemerdekaan (freedom or independence), dan kesenangan (fun) (Corey, 2005). Glesser (2000) meyakini bahwa di antara kebutuhan dasar tersebut kebutuhan mencintai dan dicintai merupakan yang utama dan paling sukar pemenuhannya.
Keberhasilan individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya akan memberikan identitas berhasil pada dirinya, sedangkan kegagalan akan pemenuhan kebutuhan dasar menyebabkan individu mengembangkan identitas gagal (Rasjidan, 1994). Individu yang memiliki identitas berhasil akan menjalankan kehidupannya sesuai dengan prinsip 3 R, yaitu right, responsibility, dan reality (Ramli, 1994). Right merupakan nilai atau norma patokan sebagai pembanding untuk menentukan apakah suatu perilaku benar atau salah. Responsibility merupakan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Reality merupakan kesediaan individu untuk menerima konsekuensi logis dan alamiah dari suatu perilaku.
Individu, dalam kehidupan sehari-hari, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara langsung. Individu berusaha melakukan sesuatu yang dapat membuat mereka merasa nyaman. Hal ini yang disebut “kehidupan yang berkualitas” (quality world). Dunia yang berkualitas merupakan “surga pribadi” yang diharapkan setiap individu. Kehidupan yang berkualitas didasarkan atas kebutuhan dasar, tetapi dunia yang berkualitas berbeda dengan kebutuhan. Dunia yang berkualitas bersifat umum, sedangkan dunia yang berkualitas bersifat khusus. Agar individu dapat memperoleh dunia yang berkualitas dengan baik maka individu harus berhubugan dengan orang lain; yakni orang-orang yang dekat dengan kita dan nyaman bila didekatnya.



B. Teori Pilihan
Setiap keseluruhan perilaku merupakan usaha yang terbaik dari individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Keseluruhan perilaku dibangun atas empat komponen yang tidak terpisahkan—bertindak, berpikir, merasa, dan fisiologis—yang menyertai semua tindakan, pikiran, dan perasaan individu. Perilaku itu bertujuan karena selalu diarahkan untuk menutupi kesenjangan antara apa yang diinginkan dan yang diperoleh. Dengan demikian dapat dipahami bahwa perilaku muncul dari dalam diri, dan dengan cara demikian individu menentukan takdirnya.

C. Karakteristik Konseling Realitas
1. Menekankan Pilihan dan Tanggung Jawab
2. Menolak Transferensi
3. Berfokus pada Masa Sekarang

D. Proses Konseling
1. Tujuan Konseling
Tujuan utama pendekatan konseling ini untuk membantu menghubungkan (connect) atau menghubungkan ulang (reconnected) klien dengan orang lain yang mereka pilih untuk mendasari kualitas hidupnya. Di samping itu, konseling realitas juga bertujuan untuk membantu klien belajar memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih baik, yang meliputi kebutuhan mencintai dan dicintai, kekuasaan atau berprestasi, kebebasan atau independensi, serta kebutuhan untuk senang. Sehingga mereka mampu mengembangkan identitas berhasil (success identity)
2. Peranan Konselor
Peranan konseling dalam konseling realitas adalah:
a. Mengembangkan kondisi fasilitatif dalam konseling dan hubungan baik dengan klien
b. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi perilakunya, misalnya dengan bertanya, “Apakah perilaku Anda (atau nama) saat ini membantu Anda untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Anda?
c. Menyampaikan dan meyakinkan kepada klien bahwa seburuk apapun suatu kondisi masih ada harapan
3. Pengalaman Klien
a. Klien memusatkan pada perilaku
b. Klien mengevaluasi perilakunya sendiri
c. Klien membuat pilihan
4. Hubungan Klien dan Konselor
Konseling realitas didasarkan pada hubungan pribadi dan keterlibatan antara konselor dengan klien. Oleh karena itu konselor harus menunjukkan kualitas pribadinya, yang meliputi kehangatan, pemahaman atau empati, kongruen, pemahaman, terbuka, penghargaan terhadap klien,.

E. Prosedur Konseling
Dalam menerapkan prosedur konseling realitas, Wubbolding (dalam Corey, 2005) mengembangkan sistem WDEP. Setiap huruf dari WDEP mengacu pada kumpulan strategi: W = wants and needs (keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan), D = direction and doing (arah dan tindakan), E = self evaluation (evaluasi diri), dan P = planning (perencanaan). Di samping itu, perlu untuk diingat bahwa dalam konseling realitas harus terlebih dulu diawali dengan pengembangan keterlibatan. Oleh karenanya sebelum melaksanakan tahapan dari sistem WDEP harus didahului dengan tahapan keterlibatan (involvement) (Rasjidan, 1994). Berikut ini bahasan mengenai konseling realitas secara lebih mendetail.
1. Pengembangan Keterlibatan
Dalam tahap ini konselor mengembangkan kondisi fasilitatif konseling, sehingga klien terlibat dan mengungkapkan apa yang dirasakannya dalam proses konseling.
2. Eksplorasi Keinginan, Kebutuhan dan Persepsi (wants and needs)
Dalam tahap eksplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi konselor berusaha mengungkapkan semua kebutuhan dan kebutuhan klien beserta persepsi klien terhadap kebutuhannya. Eksplorasi kebutuhan dan keinginan dilakukan terhadap kebutuhan dan keinginan dalam segala bidang, meliputi kebutuhan dan keinginan terhadap keluarga, orang tua, guru, teman-teman sebaya, sekolah, guru, kepala sekolah, dan lain-lain. Konselor, ketika mendengarkan kebutuhan dan keinginan klien, bersifat menerima dan tidak mengkritik. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk panduan mengeksplorasi kebutuhan dan keinginan klien.
a. Kepribadian seperti apa yang kamu inginkan?
b. Jika kebutuhanmu dan keluargamu sesuai, maka kamu ingin keluargamu seperti apa?
c. Apa yang kamu lakukan seandainya kamu dapat hidup sebagaimana yang kamu inginkan?
d. Apakah kamu benar-benar ingin mengubah hidupmu?
e. Apa keinginan yang belum kamu penuhi dalam kehidupan ini?
3. Eksplorasi Arah dan Tindakan (direction and doing)
Eksplorasi tahap ini dilakukan untuk mengetahui apa saja yang telah dilakukan klien guna mencapai kebutuhannya. Tindakan yang dilakukan oleh klien yang dieksplorasi berkaitan dengan masa sekarang. Tindakan atau perilaku masa lalu juga boleh dieksplorasi asalkan berkaitan dengan tindakan masa sekarang dan membantu individu membuat perencanaan yang lebih baik di masa mendatang. Dalam melakukan eksplorasi arah dan tindakan, konselor berperan sebagai cermin bagi klien.
Tahap ini difokuskan untuk mendapatkan esadaran akan total perilaku klien. Membicarakan perasaan klien bisa dilakukan asalkan dikaitkan dengan tindakan yang dilakukan oleh klien. Beberapa bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam tahap ini: “Apa yang kamu lakukan?”, “Apa yang membuatmu berhenti untuk melakukan yang kamu inginkan?”, Apa yang akan kamu lakukan besok?”
4. Evaluasi Diri (self evaluation)
Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi tindakan yang dilakukan konselor dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya: keefektifan dalam memenuhi kebutuhan. Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk memandu tahapan ini:
- Apakah yang kamu lakukan menyakiti atau membantumu memenuhi kebutuhan?
- Apakah yang kamu lakukan sekarang seperti yang ingin kamu lakukan?
- Apa perilakumu sekarang bermanfaat bagi kamu?
- Apakah ada kesesuaian antara yang kamu lakukan dengan yang kamu inginkan?
- Apakah yang kamu lakukan melanggar aturan?
- Apakah yang kamu inginkan dapat dicapai atau realistik?
- Apakah kamu menguji keinginanmu; appakah keinginanmu benar-benar keinginan terbaikmu dan orang lain?
Setelah proses evaluasi diri ini diharapkan klien dapat malakukan evaluasi diri bagi dirinya secara mandiri.
5. Rencana dan Tindakan (planning)
Ini adalah tahap terakhir dalam konseling realitas. Di tahap ini konselor bersama klien membuat rencana tindakan guna membantu klien memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Perencanaan yang baik harus memenuhi prinsip SAMIC3, yaitu:
- Sederhana (simple)
- Dapat dicapai (attainable)
- Dapat diukur (measureable)
- Segera dilakukan (immediate)
- Keterlibatan klien (involeved)
- Dikontrol oleh pembuat perencanaan atau klien (controlled by planner)
- Komitmen (commited)
- Secara terus-menerus dilakukan (continuously done)
Ciri-ciri rencana yang bis dilaksanakan klien:
- Rencana itu didasari motivasi dan kemampuan klien
- Rencana yang baik sederhana dan mudah dipahami
- Rencana berisi runtutan tindakan yang positif
- Konselor mendorong klien untuk melaksanakan rencana secara independen
- Rencana yang efektif dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari dan berulang-ulang
- Rencana merupakan tindakan yang berpusat pada proses, bukan hasil
- Sebelum rencana dilaksanakan, dievaluasi terlebih dahulu apakah realistis dan dapat dilaksanakan
- Agar klien berkomitmen terhadap rencana, rencana dibuat tertulis dan klien bertanda tangan di dalamnya


Daftar Pustaka
Corey, G. 2005. Theory and Practice Counseling and Psychotherapy. Belmont: Brooks/Cole-Thomson Learning.
Ramli, M. 1994. Selayang Pandang Pendekatan Konseling Realitas. Bina Bimbingan. Th. 9, No. 1. Hal. 8-12.
Rosjidan (Ed.). 1994. Pendekatan-Pendekatan Modern dalam Konseling. Malang: Jurusan PPB FIP IKIP MALANG.